DISCLAIMER: Ini kisah NYATA, TANPA rekayasa, dan SAYALAH PELAKUNYA... Hahaha.
Sebuah kisah dengan moral story yang unik, persembahan dari kontemplasi teman saya.
Sayangnya, dia baru menuliskannya di timeline LINE saja. Belum diunggah ke blog pribadinya. Jadi, apabila nanti dia akan mengunggahnya, semua credit tertuju kepada beliau, Muhammad Yassirullah.
(aku da apa atuh cuman benerin penulisan, tanda baca, dan EYD doank)
Persiapkan diri anda!
Kencangkan sabuk pengaman, tegakkan sandaran, dan ingatlah selalu untuk membuka pikiran dan perasaan.
Kisah Wanita dan Jari Tengahnya.
Gambar 1. A women with her middle finger. Taken from Bollywoodlife.
Seperti kebanyakan orang, malam minggu adalah waktu yang pas untuk kita menghabiskan waktu bersama teman, pacar, ataupun keluarga.
Malam minggu ini saya manfaatkan untuk berkumpul dengan teman-teman, untuk merayakan ulang tahun saya yang sudah telat 1 bulan lebih. For your information, kami berempat mempunyai tradisi unik. Individu yang ulang tahun berhak ditraktir sepuasnya.
Kami sepakat untuk bertemu di Grand Indonesia (GI). Saya menggunakan mobil bersama kedua teman saya untuk menuju lokasi tujuan, ditambah satu teman kami yang sedang di Jakarta untuk mengadu nasib di ibukota tercinta ini. Jadi total berempat di mobil ini.
Sesampainya di GI ternyata agak sulit untuk mencari parkir mobil saat malam minggu. Mall dipenuhi dengan orang-orang yang mencari hiburan setelah menjalani rutinitas pada hari kerja.
Ada hal unik yang saya alami saat kami mencari parkir. Saya duduk di belakang teman saya yang sedang menyetir mobil. Saat itu, di sebelah kanan kami terlihat wanita cantik yang ingin memasuki mobilnya dan keluar dari parkiran. Melihat kesempatan tersebut teman saya yang menyetir bermaksud membuka kaca mobilnya untuk menyampaikan kepada wanita tersebut bahwa dia ingin parkir di tempat parkir itu. Namun karena kesilapan tangannya, dia salah buka jendela.
Dia membuka jendela kaca tepat di kanan saya. Saya yang sedang terkesima dan memperhatikan wanita tersebut, sontak terkaget karena tiba-tiba kaca jendela saya terbuka. Karena malu, saya segera menegur teman saya untuk segera menutup jendela. Kami semua di mobil tertawa.
Kemudian teman saya mencoba mengarahkan mobil agak kedepan sedikit supaya mobil wanita tersebut bisa keluar dan kami bisa memarkirkan mobil di tempat tersebut. Saya terkaget ketika melihat wanita itu membuka jendela sambil berlalu, mengacungkan jari tengahnya dengan wajah yang emosi terhadap teman saya yang sedang mengendarai mobil.
Alangkah sialnya saya, dari keempat orang di dalam mobil hanya saya yang melihat itu. Hati saya merasa kesal melihat hal tersebut, walaupun hal tersebut tidak ditujukan langsung kepada saya. Sampai saat ini pun saya masih berkontemplasi, salah gue apa sih!?
Rasanya seperti wanita itu (kesal, red.) dan putus dengan pacarnya, namun wajah saya yang di-gampar olehnya.
Peristiwa di atas mengingatkan saya dengan sebuah materi training yang saya jalani lima hari lalu. Trainer menjelaskan bahwa kita tidak bisa mengatur respon seseorang. Sesuai dengan teori, psikologi manusia itu merespon sebuah stimulis yang diterima olehnya. Sebelum respon itu muncul, informasi akan diproses di dalam pikiran. Pada proses pengolahan informasi (stimulus), akan muncul persepsi dalam pikiran yang akhirnya akan memunculkan sebuah respon dari individu tersebut.
Kejadian ini mengajarkan bahwa hal baik yang telah dilakukan oleh individu belum tentu direspon positif oleh penerima stimulus. Sehingga, sikap kewaspadaan adalah sesuatu yang diperlukan dalam berperilaku. Walaupun intensi dalam diri kita tidak sedikitpun mengarah kepada perilaku yang buruk, tetapi individu tersebut belum tentu berpikiran serupa.
Oleh karena itu, teruslah berperilaku baik.
Muhammad Yassirullah
Jakarta, 5 Maret 2016
Moral story yang saya dapatkan dari kejadian ini:
Kita bisa memilih bagaimana untuk bereaksi terhadap suatu kejadian. Kita bisa memilih untuk marah, atau memilih untuk mengambil pelajaran. Kita bisa memilih untuk bersedih, ataupun bersyukur. Kita bisa memilih untuk membuat malam itu sebagai malam yang menyenangkan dan penuh makna, atau menjadi sebuah malam yang penuh dengan hinaan dan cercaan terhadap wanita tersebut.
Bila bisa memilih untuk bahagia, mengapa tidak?
Bukankah banyak hal yang bisa kita pelajari dari sebuah kejadian yang bisa dianggap 'merendahkan harga diri?'
Saya pribadi berterima kasih kepada wanita tersebut yang menginspirasi teman saya untuk menulis, dan membuat malam itu bagi kami sebuah momen yang akan sulit untuk dilupakan.
Saya tidak mengharapkan untuk bertemu wanita itu kembali.. Namun, bila secara tiba-tiba Allah mempertemukan kita dengan caraNya yang misterius.. Ah, hidup ini sungguh lucu.
Kira-kira, pelajaran apa lagi yang bisa kamu ambil, wahai pembaca? Diskusikanlah!
Kita bisa memilih bagaimana untuk bereaksi terhadap suatu kejadian. Kita bisa memilih untuk marah, atau memilih untuk mengambil pelajaran. Kita bisa memilih untuk bersedih, ataupun bersyukur. Kita bisa memilih untuk membuat malam itu sebagai malam yang menyenangkan dan penuh makna, atau menjadi sebuah malam yang penuh dengan hinaan dan cercaan terhadap wanita tersebut.
Bila bisa memilih untuk bahagia, mengapa tidak?
Bukankah banyak hal yang bisa kita pelajari dari sebuah kejadian yang bisa dianggap 'merendahkan harga diri?'
Saya pribadi berterima kasih kepada wanita tersebut yang menginspirasi teman saya untuk menulis, dan membuat malam itu bagi kami sebuah momen yang akan sulit untuk dilupakan.
Saya tidak mengharapkan untuk bertemu wanita itu kembali.. Namun, bila secara tiba-tiba Allah mempertemukan kita dengan caraNya yang misterius.. Ah, hidup ini sungguh lucu.
Kira-kira, pelajaran apa lagi yang bisa kamu ambil, wahai pembaca? Diskusikanlah!
Komentar
Posting Komentar